Pada saat pembelajaran Bab Khatbah Jum'at ada santri yang berceletuh sembari bertanya: "Ustadz, apakah semua khutbah harus berbahasa arab?"
karena memang di kitab Safinatunnajah disebutkan bahwasanya bil ‘arobiyyah(dengan bahasa arab)
Para Ulama' Fiqh berbeda pendapat dalam hal ini, Madzhab Imam Ahmad, ImamHanafi, Imam As Syafi’iyah berpendapat bahwasanya Rukun khutbah diHaruskan bil ‘arobiyah(Dengan bahasa arab), Akan tetapi Pendapat madzhab Imam Hanafi; Boleh dengan bahasa arab atau bahasa lainnya, walaupun khotib bisa berbahasa arab. Sedangkn menurut Madzhab Imam Maliki & Imam Hanbali Diwajibkan bil arobiyah pada semua khutbahnya, bukan saja rukunnya.(Madzahib Al arba’ah/379)
شُرُوْطُ صِحَّةِ الجُمُعَةِ سِتَةُ…>>> وَتَقْدِيْمُ خُطْبَتَيْنِ بِالعَربِيَّةِ وَاِنْ لَمْ يَفْهَمُوا…
Adapun Syarat-syarat Sahnya shalat jum’ah itu ada enam hal, Dan shalat jum'at didahului oleh dua khutbah dengan dua bahasa Arab, meskipun para jamaah tidak memahaminya. Dalam Kitab Nihayatuz Zein halaman 140 disebutkan:
karena memang di kitab Safinatunnajah disebutkan bahwasanya bil ‘arobiyyah(dengan bahasa arab)
Para Ulama' Fiqh berbeda pendapat dalam hal ini, Madzhab Imam Ahmad, ImamHanafi, Imam As Syafi’iyah berpendapat bahwasanya Rukun khutbah diHaruskan bil ‘arobiyah(Dengan bahasa arab), Akan tetapi Pendapat madzhab Imam Hanafi; Boleh dengan bahasa arab atau bahasa lainnya, walaupun khotib bisa berbahasa arab. Sedangkn menurut Madzhab Imam Maliki & Imam Hanbali Diwajibkan bil arobiyah pada semua khutbahnya, bukan saja rukunnya.(Madzahib Al arba’ah/379)
شُرُوْطُ صِحَّةِ الجُمُعَةِ سِتَةُ…>>> وَتَقْدِيْمُ خُطْبَتَيْنِ بِالعَربِيَّةِ وَاِنْ لَمْ يَفْهَمُوا…
Adapun Syarat-syarat Sahnya shalat jum’ah itu ada enam hal, Dan shalat jum'at didahului oleh dua khutbah dengan dua bahasa Arab, meskipun para jamaah tidak memahaminya. Dalam Kitab Nihayatuz Zein halaman 140 disebutkan:
(وَعَرَ بِيَّةٌ)بِاَنء تَكُوْنَ اَوْ كَانَ الخُطْبَتَيْنِ بِالْعَرَبِيَّتةِ .فَانْ لَمْ يَكُنْ ثُمَّ مَنْ يُحْسِنُ العَرَبِيَّةَ وَلَمْ يَمْكِنْ تَعَلَّمُهَا خَطَبَ بِغَيْرِهاَ.فَاِنْ اَمْكَن وَجَبَ عَلَى سَبِيْلِ فَرْضِ الكِفَابَةِ,فَيَكْفِى فِي ذَلِكَ وَاخِدٌ.فَلَوْ تَرَكُوْا التَّعَلُّمَ مَعَ اِمْ كَا نِهِ عَصَوْا وَلاَ جَمْعَةُلَهُمْ فَيُصَلّو نَ الظُّهْرَ.
"(Dan bahasa Arab) artinya hendaklah rukun-rukun khutbah adalah dengan bahasa Arab. Jika di sana (tempat melakukan shalat jum’ah) tidak ada orang yang dapat berbahasa Arab dengan baik dan tidak mungkin dapat mempelajarinya, maka khotib boleh berkhutbah dengan bahasa selain Arab. Jika memungkinkan belajar bahasa Arab, maka wajib atas semua orang secara wajib kifayah, dan dalam hal tersebut cukup dilakukan oleh satu orang. Dan jika mereka meninggalkan belajar bahasa Arab beserta kemampuan mereka untuk mempelajarinya, maka mereka telah berbuaat ma’siat dan shalat jum’ah yang mereka lakukan tidak sah, sehingga harus melakukan shalat dhuhur.
Dalam Kitab Ianatut Thalibin juz 2 halaman 69 diterangkan bahwa rukun-rukun khutbah jum’ah (Hamdalah, shalawat Nabi, berwasiat dengan taqwa, membaca ayat Alquran dalam salah satu dari dua khutbah, dan mendoakan kepada orang Mu’min laki-laki dan perempuan) harus diucapkan dengan bahasa Arab. Sedangkan selain rukun tersebut, dibolehkan disampaikan dengan menggunakan bahasa selain Arab. Dengan syarat harus ada hubungannya dengan nasihat-nasihat yang disampaikan.
Dalam Kitab Ianatut Thalibin juz 2 halaman 69 diterangkan bahwa rukun-rukun khutbah jum’ah (Hamdalah, shalawat Nabi, berwasiat dengan taqwa, membaca ayat Alquran dalam salah satu dari dua khutbah, dan mendoakan kepada orang Mu’min laki-laki dan perempuan) harus diucapkan dengan bahasa Arab. Sedangkan selain rukun tersebut, dibolehkan disampaikan dengan menggunakan bahasa selain Arab. Dengan syarat harus ada hubungannya dengan nasihat-nasihat yang disampaikan.
