-->
Motivasi Menulis

Bank Asi perspektif Maqosid Asy-Syari'ah



Mahasiswa PKU Malang 2015

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang terbaik bagi bayi, karena pengolahannya telah berjalan secara alami dalam tubuh si ibu. Sebelum anak lahir, makanannya telah disiapkan lebih dahulu, sehingga begitu anak itu lahir, air susu ibu telah siap untuk dimanfaatkan. Demikian kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya. Namun demikian ada banyak kaum ibu pada saat ini yang tidak dapat memberikan ASI kepada anaknya dengan berbagai alasan seperti ASI-nya tidak keluar, alasan kesehatan serta karena waktunya tersita untuk bekerja, maka muncullah gagasan untuk mendirikan Bank ASI untuk memenuhi kebutuhan ASI balita yang ibunya tidak bisa menyusui anaknya secara langsung.
Berdasar pada hal tersebutlah maka ide mendirikan bank ASI ini muncul. Sebenarnya ide ini telah berkembang di Eropa kira-kira lima puluh tahun yang lalu. Gagasan itu muncul setelah adanya bank darah. Mereka melakukannya dengan mengumpulkan ASI dari wanita dan membelinya kemudian ASI tersebut dicampur di dalam satu tempat untuk menunggu orang yang membeli ASI tersebut dari mereka. Permasalahan ini cukup menarik untuk dikaji melalui hukum Islam. Pentingnya melakukan kajian tersebut, karena sebagaimana yang diketahui bahwa dalam Islam ada istilah yang disebut sebagai saudara sesusu.
Setiap anak yang baru dilahirkan memiliki hak atas dirinya yang harus dipenuhi ibunya, Islam mewajibkan ibu untuk menyusui anak hingga berusia dua tahun. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah alBaqarah ayat 233 sebagai berikut:
Artinya : Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anak mereka selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna…..

Asal hukum menyusui anaknya bagi seorang ibu hukumnya adalah sunnah, namun hal itu terjadi bila seorang ayah merupakan orang yang mampu dan ada orang lain yang mau menyusui anaknya. Jika semua hal itu tidak ada, maka menyusui anak tersebut hukumnya wajib[1]. Kata al-walidat dalam penggunaan al-Qur’an berbeda dengan ummahat yang merupakan bentuk jamak dari kata umm. Kata ummahat biasanya digunakan. untuk menunjuk kepada para ibu kandung, sedangkan al-walidat artinya adalah para ibu, baik ibu kandung atau bukan. Oleh karena itu, al-Qur’an sejak dini telah menggariskan bahwa ASI, baik susu ibu kandung atau bukan, adalah konsumsi terbaik bagi bayi sampai usia dua tahun. Dan air susu ibu kandung yang lebih baik tentunya. Karena anak merasa tenang dan tentram, sebab menurut ilmuan, bayi ketika itu mendengar detak jantung ibunya dan sudah mengenal sejak dalam kandungan. Detak jantung wanita lain berbeda dengan ibunya sendiri.
Penyusuan sampai dua tahun bukan merupakan perintah wajib, karena dipahami dari potongan ayat liman arada an yutimma ar-rada’ah (bagi yang ingin menyempurnakan susuan). Akan tetapi, anjuran ini sangat ditekankan, seolah-olah merupakan perintah wajib. Apabila kedua orang tuanya sepakat untuk mengurangi masa tersebut, maka tidak mengapa. Tetapi hendaknya jangan lebih dari dua tahun, karena dua tahun telah dinilai sempurna oleh Allah[2]
Di sisi lain, masa dua tahun itu menjadi tolak ukur bila terjadi perbedaan pendapat diantara ibu bapak. Ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa seorang hakim dapat memaksa seorang ibu untuk menyusui anaknya. Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa seorang ibu hanya dianjurkan (mandub) untuk menyusui anaknya. Oleh karena itu hakim tidak berhak memaksa, kecuali hanya dalam keadaan darurat.[3]
Perbedaan pendapat ini disebabkan adanya perbedaan pemahaman dalam memahami ayat 233 dalam surah al-Baqarah. Sebagian ulama memahami bahwa ayat ini sebagai perintah pada seorang ibu untuk menyusui anaknya. Pendapat ini mereka dukung dengan potongan lain dalam surah al-Baqarah ayat 233 yang menyatakan:
Artinya : “..........janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya......”.[4]

Jumhur ulama memahami perintah dalam ayat ini bukanlah perintah wajib melainkan sunnah (mandub), disamping ayat itu merupakan petunjuk bagi suami istri dalam persoalan menyusukan anak. Didukung dengan firman Allah SWT dalam surah at-Talaq ayat 6:
Artinya : dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.[5]

Menurut jumhur ulama fiqih dianjurkan seorang ibu untuk menyusui anaknya, karena susu ibu lebih baik bagi anaknya dan kasih sayang ibu dalam menyusukan anak lebih dalam. Di samping itu menyusukan anak itu merupakan hak bagi ibu sebagaimana juga menjadi hak bagi sang anak. Oleh karena itu, seorang ibu tidak boleh dipaksakan mempergunakan haknya, kecuali ada alasan yang kuat untuk memaksa para ibu untuk menyusui anaknya.[6]
ASI merupakan bahan makanan yang diberikan Allah SWT kepada seorang bayi melalui payudara ibunya selama dua tahun pada awal masa kehidupannya. Menyusui sebaiknya dilakukan setelah proses kelahiran bayi dan setiap kali bayi menetek. Dan sebaiknya bayi pada masa itu diberikan dengan susu kolustrum yang merupakan nutrisi pertama paling penting bagi bayi, karena mengandung antibodi yang melindungi bayi dari infeksi dan faktor pertumbuhan yang membantu perkembangan secara normal dan pematangan pencernaan.[7]
Karena sebab penyusuan itu pula berkaitan hukum Islam terutama dalam perkawinan Islam yaitu terdapat hal yang istimewa di antaranya adalah penghalang bagi seseorang untuk menikah dengan wanita yang menyusuinya yang lebih dikenal dengan rada'ah. Persusuan akan menjadikan orang yang disusui menjadi mahram bagi ibu rada'ahnya sebagaimana menjadi kemahraman bagi anak laki-laki terhadap setiap orang yang diharamkan baginya dari keturunan ibu kandung. Menyusui merupakan hal yang esensial bagi manusia, maka sebagian orang berpikir tentang beragam cara agar semua orang dengan segala aktivitas dapat menyusui tanpa mengganggu kinerja kerjanya.
Maka para ilmuwan Eropa menghadirkan ide untuk mendirikan Bank ASI dengan tujuan membantu para ibu yang tidak bisa menyusui bayinya secara langsung, baik karena kesibukan bekerja maupun kesulitan yang lain seperti ASI yang tidak bisa keluar, ibu mengidap penyakit yang mempengaruhi produksi ASInya dan membantu bagi bayi yang lahir secara prematur maupun yang ditinggal mati ibunya.[8]
Namun masih terdapat rasa kekhawatiran dari sebagian masyarakat mengenai timbulnya mahram antara donatur susu (para ibu) dengan para bayi yang menyusu, sehingga ketika bayi sudah mencapai usia dewasa, kemudian dia menikahi wanita yang menyusuinya, maka dikhawatirkan terjadi perkawinan yang dilarang karena hubungan persusuan.
Oleh sebab itu, perlu dibahas lebih mendalam tentang bagaimana pandangan ulama’ kontemporer tentang bank asi, sehingga dapat kita ketahui tentang kedudukan dan keberadaan bank asi perspektif fiqih kontemporer
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari bank asi?
2.      Apa manfaat dan mudharat dari bank asi?
3.      Bagaimana pendapat ulama’ tentang bank asi?



BAB II
PEMBAHASAN
A.      Bank Asi
1.         Pengertian Bank Asi
Bank ASI merupakan wadah atau tempat untuk menyimpan dan menyalurkan ASI dari pendonor ASI, yang kemudian akan diberikan kepada ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI sendiri kepada bayinya. Ibu yang sehat dan memiliki kelebihan produksi ASI bisa menjadi pendonor ASI. ASI biasanya disimpan di dalam plastik atau wadah, yang didinginkan dalam lemari es agar tidak tercemar oleh bakteri. Kesulitan para ibu memberikan ASI untuk anaknya menjadi salah satu pertimbangan mengapa bank ASI perlu didirikan, terutama di saat krisis seperti pada saat bencana yang sering membuat ibu-ibu menyusui stres dan tidak bisa memberikan ASI pada anaknya.
Semua ibu pendonor diseleksi dengan hati-hati. Ibu donor harus memenuhi syarat, yaitu non-perokok, tidak minum obat dan alkohol, dalam kesehatan yang baik dan memiliki kelebihan ASI. Selain itu, ibu donor harus memiliki tes darah negatif untuk Hepatitis B dan C, HIV 1 dan 2, serta HTLV 1 dan 2, memiliki kekebalan terhadap rubella dan sifilis negatif. Juga tidak memiliki riwayat penyakit TBC aktif, herpes atau kondisi kesehatan kronis lain seperti multiple sclerosis atau riwayat kanker[9]
Seseorang seharusnya menghindari untuk memilih seorang ibu susu yang bisu, gila, pelaku kejahatan, bermata lemah, Yahudi, Kristen, Majusi, atau peminum alcohol untuk menyusui bayinya. Hal ini disebabkan kondisi (kejiwaan) mereka dapat ditransfer ke bayi melalui susu[10]. Berapa lama ASI dapat bertahan sesuai dengan suhu ruangannya:
a.         Suhu 19-25 derajat celsius ASI dapat tahan 4-8 jam.
b.        Suhu 0-4 derajat celsius ASI tahan 1-2 hari
c.         Suhu dalam freezer khusus bisa tahan 3-4 bulan
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwas bank asi adalah suatu lembaga yang menangani tentang pendonoran air susu ibu, dari pihak pendonor dan diberikan kepada pihak yang membutuhkan ASI tersebut, dan menjaga ASI tersebut tetap sehat dalam waktu tertentu.
2.         Pandangan Ulama Tentang Bank Asi
Ulama berbeda pandangan dalam menentukan hukum berdirinya BANK ASI. Setidaknya ada tiga pandangan mengenai hal ini:
a)      Pendapat Pertama menyatakan bahwa mendirikan bank ASI hukumnya boleh.
Dengan alasan bahwa Bayi yang mengambil air susu dari bank ASI tidak bisa menjadi mahram bagi perempuan yang mempunyai ASI tersebut, karena susuan yang mengharamkan adalah jika dia menyusu langsung dengan cara menghisap puting payudara perempuan yang mempunyai ASI, sebagaimana seorang bayi yang menyusu ibunya. Sedangkan dalam bank ASI, sang bayi hanya mengambil ASI yang sudah dikemas.
Ulama besar semacam Prof.Dr. Yusuf Al-Qardhawi menyatakan bahwa dia tidak menjumpai alasan untuk melarang diadakannya “Bank ASI.” Asalkan bertujuan untuk mewujudkan mashlahat syar’iyah yang kuat dan untuk memenuhi keperluan yang wajib dipenuhi. Beliau cenderung mengatakan bahwa bank ASI bertujuan baik dan mulia, didukung oleh Islam untuk memberikan pertolongan kepada semua yang lemah, apa pun sebab kelemahannya. Lebih-lebih bila yang bersangkutan adalah bayi yang baru dilahirkan yang tidak mempunyai daya dan kekuatan.
Beliau juga mengatakan bahwa para wanita yang menyumbangkan sebagian air susunya untuk makanan golongan anak-anak lemah ini akan mendapatkan pahala dari Allah SWT, dan terpuji di sisi manusia. Bahkan sebenarnya wanita itu boleh menjual air susunya, bukan sekadar menyumbangkannya. Sebab di masa Nabi (Muhammad) s.a.w., para wanita yang menyusui bayi melakukannya karena faktor mata pencaharian. Sehingga hukumnya memang diperbolehkan untuk menjual air susu.
Bahkan Al-Qardhawi memandang bahwa institusi yang bergerak dalam bidang pengumpulan “air susu” itu yang mensterilkan serta memeliharanya agar dapat dinikmati oleh bayi-bayi atau anak-anak patut mendapatkan ucapan terima kasih dan mudah-mudahan memperoleh pahala.
Selain Al-Qaradhawi, yang menghalalkan bank ASI adalah Al-Ustadz Asy-Syeikh Ahmad Ash-Shirbasi, ulama besar Al-Azhar Mesir. Beliau menyatakan bahwa hubungan mahram yang diakibatkan karena penyusuan itu harus melibatkan saksi dua orang laki-laki. Atau satu orang laki-laki dan dua orang saksi wanita sebagai ganti dari satu saksi laki-laki.
Bila tidak ada saksi atas penyusuan tersebut, maka penyusuan itu tidak mengakibatkan hubungan kemahraman antara ibu yang menyusui dengan anak bayi tersebut.
b)      Pendapat Kedua menyatakan bahwa mendirikan Bank ASI hukumnya haram.
Alasan mereka bahwa Bank ASI ini akan menyebabkan tercampurnya nasab, karena susuan yang mengharamkan bisa terjadi dengan sampainya susu ke perut bayi tersebut, walaupun tanpa harus dilakukan penyusuan langsung, sebagaimana seorang ibu yang menyusui anaknya.
Di antara ulama kontemporer yang tidak membenarkan adanya Bank ASI adalah Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhayli. Dalam kitab Fatawa Mu’ashirah, beliau menyebutkan bahwa mewujudkan institusi bank susu tidak dibolehkan dari segi syariah.
Demikian juga dengan Majma’ al-Fiqih al-Islamiy melalui Badan Muktamar Islam yang diadakan di Jeddah pada tanggal 22–28 Desember 1985 M./10–16 Rabiul Akhir 1406 H.. Lembaga ini dalam keputusannya (qarar) menentang keberadaan bank air susu ibu di seluruh negara Islam serta mengharamkan pengambilan susu dari bank tersebut.
c)      Pendapat Ketiga menyatakan bahwa pendirian Bank ASI dibolehkan jika telah memenuhi beberapa syarat yang sangat ketat, di antaranya : setiap ASI yang dikumpulkan di Bank ASI, harus disimpan di tempat khusus dengan menulis nama pemiliknya dan dipisahkan dari ASI-ASI yang lain. Setiap bayi yang mengambil ASI tersebut harus ditulis juga dan harus diberitahukan kepada pemilik ASI tersebut, supaya jelas nasabnya. Dengan demikian, percampuran nasab yang dikhawatirkan oleh para ulama yang melarang bisa dihindari.
Prof.Dr.Ali Mustafa Ya’qub, MA., salah seorang Ketua MUI Pusat menjelaskan bahwa tidak ada salahnya mendirikan Bank ASI dan Donor ASI sepanjang itu dibutuhkan untuk kelangsungan hidup anak manusia. “Hanya saja Islam mengatur, jika si ibu bayi tidak dapat mengeluarkan air susu atau dalam situasi lain ibu si bayi meninggal maka si bayi harus dicarikan ibu susu. Tidak ada aturan main dalam Islam dalam situasi tersebut mencarikan susu sapi sebagai pengganti, kendatipun zaman nabi memang tidak ada susu formula tapi susu kambing dan sapi sudah ada,” . ini berarti bahwa mendirikan Bank ASI dan donor ASI boleh-boleh saja karena memang Islam tidak mentoleransi susu yang lain selain susu Ibu sebagai susu pengganti dari susu ibu kandungnya.
“Hanya saja pencatatannya harus benar dan kedua keluarga harus dipertemukan serta diberikan sertifikat. Karena 5 kali meminum susu dari ibu menyebabkan menjadi mahramnya si anak dengan keluarga si ibu susu. Artinya anak mereka tidak boleh menikah,”.
Menurut Prof. Ali, masalah menyusu langsung atau tidak langsung, itu hanya masalah teknik mengeluarkan susu saja, hukumnya sama. “Jika sudah 5 kali meminum susu maka jatuh hukum mahram kepada keduanya.
B.       Masalah Susuan
Sebenarnya perbedaan pendapat para ulama’ terdapat pada perbedaan dalam memandang sertab memahami tentang Rada’ah atau susuan.
1.         Pengertian radha’ah
Radha'ah secara bahasa adalah proses menyedot puting, baik hewan maupun manusia. sedangkan secara syara' diartikan dengan sampainya air susu manusia pada lambung anak kecil yang belum genap umur dua tahun.[11] Dikatakan juga bahwa radha'ah secara terminologis cara penghisapan yang dilakukan anak ketika proses menyusu pada puting manusia dalam waktu tertentu.[12]
secara etimologis, ar-radha'ah adalah sebuah istilah bagi isapan susu, baik susu manusia maupun susu binatang. dalam pengertian etimologis tidak dipersyaratkan bahwa yang disusui itu (ar-radhi') berupa anak kecil (bayi) ataupun bukan. adapun dalam pengertian terminologis, sebagian ulama fiqh mendefinisikan ar-radha'ah sebagai sampainya (masuknya) air susu manusia ke dalam perut anak (bayi) yang belum berusia dua tahun.[13]
para ulama bebeda pendapat dalam mendefinisikan radha'ah atau susuan. menurut Hanafiyah Radha'ah adalah seorang bayi yang menghisap puting payudara seorang perempuan pada waktu tertentu, sedangkan Malikiyah mengatakan bahwa masuknya susu manusia ke dalam tubuh yang berfungsi sebagai gizi, as-Syafi'iyah mengatakan bahwa sampainya susu seseorang perempuan ke dalam perut bayi. al-Hanbaliyah mengatakan bahwa seorang bayi di bawah dua tahun yang menghisap puting payudara perempuan yang muncul akibat kehamilan, atau meminum susu tersebut atau sejenisnya.[14]
2.         Syarat Radha’ah
Menurut jumhur ulama selain abu hanifah menetapkan bahwa rukun radha'ah ada 3, yaitu:
a)        Anak yang menyusu
b)        Perempuan yang menyusui. Wanita yang menyusi menurut beberapa pendapat ulama disyaratkan adalah seorang wanita dewasa, baik dalam keadaan hamil atau tidak. namun, ulama berbeda pendapat tentang air susu dari wanita yang sudah meninggall. menurut syafii, air susu harus berasal dari wanita yang masih hidup, sedangkan menurut Imam Hanbali dan Malik boleh meskipun wanita tersebebut sudah mati.[15]
c)        Kadar air susu yang memenuhi batas minimal.
C.       Pandangan Penulis
Dari beberapa perbedaan pendapat ulama diatas tentang boleh atau tidaknya mendirikan bank asi, sebenarnya sudah dapat ditengahi denga adanya pendapat ulama lain yang memberikan batasan-batasan dan syarat-syarat yang lebih ketat. Ulama yag mengharamkan adanya Bank ASI karena takut dengan mudharatnya, yaitu bercampurnya nasab sehingga mengharamka pernikahan sudah dapat diberikan keringanan dengan adanya syarat-syarat tersebut.
Jika suatu Bank ASI tersebut mampu memenuhi syarat untuk diperbolehkannya adanya bank asi, maka dihukumi boleh, namun jika tidak mampu memenuhi syarat tersebut maka haram adanya bank asi tersebut.
Dengan adanya syarat-syarat kebolehan bank asi tersebut dapat menghindari kemudharatan yang timbul karena bank asi yang tidak diatur oleh Syarti’at Islam, beberapa kemudharatan yang ada, yaitu:
1.         Bercampurnya susu dari beberapa Wanita.
Denga syarat yag ada, yaitu mendata dengan rinci tentang identitas sang pendonor asi, maka terjadinya percampuran asi ini tidak akan terjadi. Proses pendonoran yang sistematis akan menghindari hal ini. Sehingga mudharat ini dapat dihindari.
2.         Ketidakjelasan kepemilikan asi
Dengan adanya pemberian identitas yang jelas, dan tidak menerima donor asi dari wanita yang tidak jelas identitasnya. Sehingga mudharat ini pun bisa dihindari.
3.         Tidak saling mengenalnya antara pendonor asi dengan keluarga bayi, sehingga takutnya terjadi pernikahan saudara sepersusuan
Sebelum memberikan asi kepada bayi yang membutuhkan, maka pihak bank asi harus mempertemukan sang pendonor dengan bayi tersebut, jika tidak dapat ditemukan maka harus memberika identitas sang pendonor secara jelas dan lengkap, begitu juga pendonor diberika identitas sang bayi penerima donor asi tersebut. Sehingga ikatan persaudaraan sepersusuan tetap terjaga meskipun tidak saling mengenal.
4.         ASI yang tidak sehat, sehingga menyebarkan penyakit kepada bayi yang mendapatkan donor asi.
Tersebarnya virus-virus berbahaya belakangan ini, menjadikan ASI rentan untuk terkompilasi oleh virus tersebut, seperti virus AID, Virus Babi dan sebagainya. Namun, dalam bank asi, keseterilan asi terjamin sejak proses pemerasan asi dari payudara, pengemasan, pemberian identitas, sampai penyimpanan hingga disalurkan atau di donorka kepada bayi yang membutuhkan.
Keberatannya beberapa ulama dengan adanya bank asi ini karena kehati-hatiannya terhadap beberapa mudharat diatas, namun jika ada langkah-langkah yang dapat menghilangkan mudharat tersebut maka bisa saja para ulama tersebut akan mengambil pendapat yang berbeda. Dengan hal tersebut, maka beberapa manfaat dari adanya bak ASI dapat kita ambil, diantaranya:
1.         Akan membantu bayi yang ibu nya meninggal saat melahirkan
2.         Akan membantu bayi yang memiliki ibu sebagai wanita karir, sehingga tidak bisa memberikan asi nya sendiri
3.         Bentuk kemanusiaan kepada beberapa bayi di daerah perang, yang orang tuanya meninggal
Intinya, dari semua manfaat yang ada adalah berusaha menyelamatkan nyawa bayi yang sangat membutuhkan ASI. Karena bagaimanapun ASI manusia lebih baik dan lebih utama bagi bayi daripada ASI kambing atau pun ASI sapi.



BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
1.      Bank asi adalah suatu badan yang menangani hal pendonoran asi dari seorang wanita pendonor kepada bayi yang membutuhkan asi. Termasuk juga semua proses dari pemerasan asi dari payudara, pemberian identitas, penyimpanan sampai penyaluran.
2.      Ada beberapa manfaat dengan adanya bank asi, namun yang paling penting adalah menyelamatkan nyawa bayi yang sangat membutuhkan asi. Sedangkan mudharatnya yang paling besar adalah tercampurnya nasab, sehingga takut terjadi pernikahan saudara sepersusuan. Namun dengan adanya syarat yang diberikan diatas, maka bank asi dapat dihukumi boleh.
3.      Ada beberapa ulama yang melarang adanya bank asi, dengan alasan bahwa sepersusuan terjadi bukan hanya melalui puting, namun intinya adalah sampainya susu dalam perut bayi. Sedangkan yang membolehkan adalah saudara sepersusuan terjadi jika bayi tersebut langsung menghisap asi dari puting payudara wanita tersebut. Sedangkan pendapat yang terakhir berusaha menengahi dua pendapat sebelumnya, yaitu membolehkan adanya bank asi karena manfaat yang ada namun memberikan batasan-batasan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum dan sesudah pendonoran asi.
4.      Penulis sendiri lebih setuju dengan pendapat yang terakhir, yaitu boleh adanya bak asi. Karena menimbang bahwa pendapat diatas lebih kuat dengan alasan-alasan kontemporer. Ditambah lagi keadaan sekarang banyaknya daerah rawan perang dan rawan musibah alam, sehingga banyak bayi yang membutuhkan asupan ASI yang bukan dari hewan.
B.       Saran-saran
Setelah pembahasan ini, kami rekomendasika untuk mengkaji lebih dalam dari sisi yang berbeda, sehingga mendapatkan hasil hukum yang lebih kuat nantinya.



Daftar Pustaka
Ahmad Sawi al-Malik, Hasyiyah al-‘Allamah as-Sawi ‘ala Tafsir alJalalain
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol, I
Wahbah Zuhaiyly, al-Fiqh al-Islam wa Ad’illatuhu,Juz X
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya
Sunardi, Ayah Beri Aku ASI, tt.ttd,
Ahmad Dahlan Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam
Mahjuddin. 2003. Masailul Fiqhiyah: Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, Cet. V. Jakarta: Kalam Mulia
Husayn Ansarian. 2002. Membangun Keluarga yang Dicintai Allah: bimbingan lengkap sejak pra-nikah hingga mendidik anak, Terj. Ali bin Yahya. Jakarta: Pustaka Zahra
Abdurrahman al-Jaziry, Kitab al-Fiqh 'ala al-Mazahib al-arba'ah, Juz IV. Beirut: Dar al-Fikr, tt
Abi at-Tayyib. 1990. 'aun al-Ma'bud, Jilid III. Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah
Chalil Uman. 1994. Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern. Surabaya: ampel Suci


[1] Ahmad Sawi al-Malik, Hasyiyah al-‘Allamah as-Sawi ‘ala Tafsir alJalalain, h.108-109
[2] M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol, I, h. 470-471
[3] Wahbah Zuhaiyly, al-Fiqh al-Islam wa Ad’illatuhu,Juz X, h. 7274
[4]  Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 47
[5]  Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 817
[6] Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu,Juz X, h. 7275
[7] Sunardi, Ayah Beri Aku ASI, tt.ttd, h.48
[8] Ahmad Dahlan Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, h. 1475
[9] Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah: Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, Cet. V, (Jakarta: Kalam Mulia, 2003), hlm. 120.
[10] Husayn Ansarian, Membangun Keluarga yang Dicintai Allah: bimbingan lengkap sejak pra-nikah hingga mendidik anak, Terj. Ali bin Yahya, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2002), hlm. 292
[11] Abdurrahman al-Jaziry, Kitab al-Fiqh 'ala al-Mazahib al-arba'ah, Juz IV (Beirut: Dar al-Fikr, tt), hal. 219
[12] Abi at-Tayyib, 'aun al-Ma'bud, Jilid III (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1990), hal. 38
[13] abdurrahman, Kitab al-Fiqh..., hal. 250-251
[14] Chalil Uman, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern (surabaya: ampel Suci, 1994), hal. 267
loading...

[15] Abdurrahman al-Jaziriy, al-Fiqh..., hal. 221-223
Labels: Kumpulan Makalah

Thanks for reading Bank Asi perspektif Maqosid Asy-Syari'ah. Please share...!

Back To Top